Sabtu, 03 April 2021

HUKUM PERJANJIAN BAKU / STANDART | TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI #

 

Hukum Perjanjian Baku / Standart

Oleh Allysa Fatma Indriani_20219562


A.   Standar Kontrak

Perjanjian/kontrak baku (standar) dapat dilihat  dalam Pasal 1 angka 10  UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang memakai istilah “klausula baku”. Adapun pengertian “klausula baku” tersebut adalah “Setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan telah ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.”

Pada awalnya, perjanjian/kontrak mengenal “asas kebebasan berkontrak” dan “asas kedudukan pihak yang seimbang”. Asas ini penting, mengingat tujuan dari dibuatnya perjanjian/kontrak adalah tercapainya suatu keadilan bagi para pihak yang telah membuat kesepakatan. Namun, dikarenakan perkembangan pengaturan mengenai hukum perjanjian/kontrak semakin pesat, sehingga menyebabkan timbulnya istilah-istilah baru seperti “perjanjian/kontrak baku (standar)” yang kebanyakan digunakan dalam dunia bisnis dengan tujuan mempraktiskan sebuah perjanjian/kontrak dengan cara menyiapkan terlebih dahulu suatu format perjanjian/kontrak yang di dalamnya (isinya) telah terdapat syarat-syarat yang telah distandarkan untuk ditandatangani para pihak yang melakukan perjanjian/kontrak.

Adapun ciri-ciri dari perjajian/kontrak baku adalah sebagai berikut :

  1. Proses pembuatannya secara sepihak oleh pihak yang mempunyai kedudukan atau posisi tawar-menawar yang lebih kuat daripada pihak lainnya;
  2. Pihak yang berkedudukan atau posisi tawar-menawarnya lebih lemah, tidak dilibatkan sama sekali dalam menentukan substansi kontrak;
  3. Pihak yang kedudukan atau posisi tawar-menawarnya lebih lemah, menyepakati atau menyetujui substansi kontrak secara terpaksa, karena didorong oleh kebutuhan;
  4. Kontrak dibuat dalam bentuk tertulis, formatnya tertentu dan massal (jumlahnya banyak).

Keberadaan perjanjian baku dilatarbelakangi antara lain perkembangan masyarakat modern, dan keadaan sosial ekonomi. Tujuan semula diadakannya perjanjian baku yakni alasan efisiensi dan praktis. Sebagai contoh dapat ditemukan perjanjian baku seperti dalam perjanjian: kredit perbankan, perjanjian asuransi, perjanjian penitipan barang, perjanjian konsumen dan PT. Telkom, perjanjian konsumen dan PDAM. Kemudian perjanjian antara pemilik hotel dan konsumen, perjanjian konsumen dengan perusahaan chemical laundry, dan sebagainya.

B.   Macam - Macam Perjanjian

Perjanjian adalah kesepakatan anta ra dua orang atau lebih mengenai usahanya yang sedang dijalankan.  Macam-macam perjanjian antara lain :

  1. Perjanjian Timbal Balik yaitu perjanjian timbal balik adalah perjanjian dimaksudkan timbal balik antara kedua belah pihak.
  2. Perjanjian Cuma – Cuma yaitu perjanjian dimana satu pihak mendapatkan keuntungan tanpa memberikan manfaat dalam dirinya.
  3. Perjanjian Atas Beban yaitu perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
  4. Perjanjian Bernama ( Benoemd  ) yaitu perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang.
  5. Perjanjian Tidak Bernama ( Onbenoemde Overeenkomst ) yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat.
  6. Perjanjian Obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.

C.   Syarat Sahnya Perjanjian

Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :

  1. Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya perjanjian ini harus sepakat antara kedua belah pihak dan harus setuju mengenai perjanjian tersebut. dan tidak mempunyai pengaruh pada pihak ketiga.
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Maksudnya kecakapan disnih adalah membuat perjanjian dalam mengadakan suatu hubungan kontrak kerja atau yang berdasarkan perjanjian hukum.
  3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
  4. Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. 

D.   Saat Lahirnya Perjanjian

Pasal 1331 (1) KUHPdt semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya, apabila objek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut batal demi hukum. Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim.

Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) KUHPdt dikenal adanya asas konsensualisme, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat perjanjian terhadap objek yang diperjanjikan.

Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam KUHPdt bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/ sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam perjanjian. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/ kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.

Teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya perjanjian, yaitu :

  1. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)Menurut teori ini, saat lahirnya perjanjian adalah pada saat telah dikeluarkannya pernyataan tentang penerimaan suatu penawaran. Kelemahan teori ini adalah sulit untuk menetapkan dengan pasti kapan perjanjian lahir, karena tidak diketahui saat penulisan surat jawaban tersebut. Oleh karena itu Akseptor masih dapat menarik kembali pernyataannya sebelum surat itu dikirimkan.
  2. Teori Pengiriman (Verzending Theori), Menurut teori ini, saat lahirnya perjanjian adalah pada saat pengiriman jawaban akseptasi, sehingga orang mempunyai pegangan relatif pasti mengenai saat terjadinya perjanjian . Tanggal cap pos misalnya dapat dipakai sebagai patokan. Kelemahan teori ini adalah bahwa perjanjian tersebut sudah lahir atau telah mengikat pihak yang menawarkan pada saat ia sendiri belum tahu akan hal itu.
  3. Teori Pengetahuan (Vernemings Theorie)Menurut teori ini saat lahirnya perjanjian adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan. Kelemahan teori ini adalah sukar untuk menetapkan saat penerima surat mengetahui isinya dan bagaimana bila penerima surat membiarkan surat tidak dibaca / suratnya hilang.
  4. Teori penerimaan (Ontvang Theorie),Menurut teori ini saat lahirnya perjanjian adalah pada saat diterimanya jawaban, tidak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya perjanjian.

Tempat lahirnya perjanjian adalah tempat tinggal pihak yang mengadakan penawaran itu berlaku sebagai tempat lahirnya atau ditutupnya perjanjian. Tempat ini pun penting untuk menetapkan hukum manakah yang berlaku , yaitu apabila kedua belah pihak berada ditempat yang berlainan di dalam negri untuk menetapkan adat kebiasaan dari tempat atau daerah manakah yang berlaku.

E.   Pembatalan Dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian

Pembatalan dan pelaksanaan suatu perjanjian biasanya dilakukan oleh kedua belah pihak. Ada faktor yang mempengruhi pembatalan dan pelaksanaan suatu perjanjian antara lain :

  1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
  2. Pihak kedua mengalami kebangrutan atau tidak lagi memiliki secara finansial.  
  3. Terlibat suatu hukum atau orang tersebut mempunyai masalah pada pengadilan
  4.  Tidak lagi memiliki wewenang dalam melaksanakan perjanjian.

Pembatalan bisa dibedakan ke-dalam 2 terminologi yang memiliki konsekuensi Yuridis, yaitu:

  1. Null and Void; Dari awal perjanjian itu telah batal, atau dianggap tidak pernah ada, apabila syarat objektif tidak dipenuhi. Perjanjian itu batal demi hukum, dari semula tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
  2. Voidable; bila salah satu syarat subyektif tidak dipenuhi, perjanjiannya bukannya batal demi hukum, tetapi salah satu puhak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).

Demikian, paparan materi tentang Hukum Perjanjian Baku dapat sampaikan. Semoga bermanfaat. Terima kasih.


Daftar Pustaka

Anisah.2018. HUKUM PERJANJIAN. http://anisah.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/46756/PERTEMUAN+5+HUKUM+PERJANJIAN.pdf. (Diakses tanggal 2 April 2021)

Indra.R. 2019. Perjanjian/Kontrak Baku dalam Hukum Perdata. https://doktorhukum.com/perjanjian-kontrak-baku-dalam-hukum-perdata/ (Diakses tanggal 2 April 2021)

Makmur. Suparman.2018. Saat dan Tempat Lahirnya Perjanjian. https://slideplayer.info/slide/12619339/ (Diakses tanggal 2 April 2021)

Sarlania. 2012. KonsepPerjanjian Baku. https://serlania.blogspot.com/2012/01/konsep-perjanjian-baku.html#:~:text=Sebagai%20contoh%20dapat%20ditemukan%20perjanjian,Telkom%2C%20perjanjian%20konsumen%20dan%20PDAM. (Diakses tanggal 2 April 2021)

Pokrol. 2004. Batalnya suatu Perjanjian. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl3520/batalnya-suatu-perjanjian/ (Diakses tanggal2 April 2021)

HUKUM PERIKATAN | TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI #

 Hukum Perikatan

Oleh : Allysa Fatma Indriani_20219562 

 

A.   Pengertian Hukum Perikatan

Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Unsur perikatan sebagaimana definisi tersebut:

  1. Adanya lega (norma hukum)
  2. Adanya para pihak yang disebut subyek hukum
  3. Adanya obyek hukum yang disebut
  4. Adanya sesuatu harta kekayaan atau benda.

Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (pers onal law).

Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.

B.   Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :

      1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).

Perikatan yang timbul karena persetujuan (perjanjian) terbagi menjadi 2 (dua) yaitu: 

  • Perjanjian yang dapat dipenuhi (prestasi) yaitu Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa: “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.” 
  • Perjanjian yang tidak dapat dipenuhi (wanprestasi) yaitu tidak dipenuhinya suatu kewajiban dalam perikatan, yang disebabkan kesalahannya dengan sengaja atau disebabkan oleh kelalaiannya ataupun karena keadaan memaksa (overmacht / force majeur). namun, untuk overmacht / force majeur dikecualikan dari kesalahan debitur.

      2. Perikatan yang timbul undang-undang.

  • Perikatan yang berasal dari undang-undang, dibagi lagi menjadi dua, yaitu : 

Karena Undang-undang saja, adalah perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan, yang terdapat pada Buku I KUH Perdata, seperti kewajiban alimentasi/pemeliharaan (biaya/tunjangan nafkah hidup seperti dimaksud Pasal 227 KUH Perdata atau biaya pemeliharaan dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai nafkah cerai) atau kewajiban seorang anak yang mampu untuk memberi nafkah kepada orang tuanya yang miskin, dan buren recht/hukum berketetanggaan, sesuai dengan Pasal 625 Buku II KUHPerdata, Pasal 227 KUHPerdata, “Kewajiban memberi tunjangan nafkah berakhir dengan meninggalnya si suami atau si isteri”. Pasal 625 KUHPerdata, “Antara sesama pemilik-pemilik pekarangan yang satu dengan yang lain bertetanggaan, berlaku beberapa hak dan kewajiban, baik yang berpangkal pada letak pekarangan mereka karena alam, maupun yang berdasar atas ketentuan-ketentuan undang-undang”. 

  • Karena Perbuatan Manusia . Perikatan yang timbul karena perbuatan manusia dibagi dua yakni :  

    • Perbuatan Menurut Hukum, misalnya perwakilan sukarela / zaakwarneming (suatu perbuatan, dimana seseorang secara sukarela menyediakan dirinya untuk mengurus kepentingan orang lain, dengan perhitungan dan risiko untuk orang lain tersebut, Pasal 1354 sampai Pasal 1358 KUHPerdata), dan 
    • Perbuatan Melawan Hukum (PMH) / onrechtmatige daad yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata dalam Buku III, pada bagian “Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi:“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”  

   3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).

C.   Azas – Azas Dalam Hukum Perikatan

Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :

  1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai Undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan. Dengan adanya asas kebebasan berkontrak ini, maka kepada para pihak diberikan kebebasan untuk: 

  •  Membuat atau tidak membuat perjanjian 
  • Memilih akan mengadakan / membuat perjanjian dengan pihak yang diinginkan 
  •  Menentukan isi, pelaksanaan, dan persyaratan perjanjian 
  • Menentukan bentuk perjanjian yang akan dibuat, apakah dalam bentuk tertulis atau lisan. 

      2. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu : 

  • Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia-sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut 
  • Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan 
  • Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak 
  • Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.

      3. Asas Pacta Sunt Servanda.

Asas pacta sunt servanda merupakan asas yang menunjukkan kepastian hukum. Dengan adanya asas ini maka kesekapakatan yang terjadi di antara para pihak, mengikat selayaknya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Pihak ketiga juga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak dan tidak boleh melakukan intervensi terhadap isi kontrak yang dibuat tersebut. Asas ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang isinya “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

D.   Wanprestasi Dan Akibat – Akibatnya

Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :

  1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
  2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak  sebagaimana yang dijanjikan
  3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :

  1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
  2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian, Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
  3. Peralihan Risiko, Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian.

E.   Hapusnya Perikatan

Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut : 

  1. Pembaharuan utang, novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
  2. Perjumpaan utang (kompensasi), kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. 
  3. Pembebasan utang, secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur.
  4. Musnahnya barang yang terutang, apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut.  
  5. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan, bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan 8
  6. Syarat yang membatalkan, ketentun isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. 
  7. Kedaluwarsa, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. 


Daftar Pustaka

Anisah.2018.HUKUM PERIKATAN. http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/71592/PERTEMUAN+4+HUKUM+PERIKATAN.pdf (Diakses tanggal 31 Maret 2021)

Pendidikan 2, Dosen. 2021. Hukum Peikatan. https://www.dosenpendidikan.co.id/hukum-perikatan/ (Diakses tanggal 31 Maret 2021)

Armandanu, Ardi. 2019. Hukum Perikatan. https://www.ardiarmandanu.com/2019/04/hukum-perikatan.html (Diakses tanggal 1 April 2021)

Anam, Saiful, 2013. ASAS – ASAS HUKUM PERIKATAN YANG HARUS DIKETAHUI. https://www.saplaw.top/asas-asas-hukum-perikatan-yang-harus-diketahui/#:~:text=ASAS%20%E2%80%93%20ASAS%20HUKUM%20PERIKATAN%20YANG%20HARUS%20DIKETAHUI,-25%2F08%2F2013&text=Jika%20dirumuskan%2C%20perikatan%20adalah%20adalah,pihak%20lain%20berkewajiban%20atas%20sesuatu. (Diakses tanggal 1 April 2021)

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI | TM 14 TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI #

  Penyelesaian Sengketa Ekonomi Allysa Fatma Indriani A. Pengertian Sengketa Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak y...