Sabtu, 03 April 2021

HUKUM PERIKATAN | TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI #

 Hukum Perikatan

Oleh : Allysa Fatma Indriani_20219562 

 

A.   Pengertian Hukum Perikatan

Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Unsur perikatan sebagaimana definisi tersebut:

  1. Adanya lega (norma hukum)
  2. Adanya para pihak yang disebut subyek hukum
  3. Adanya obyek hukum yang disebut
  4. Adanya sesuatu harta kekayaan atau benda.

Jika dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (pers onal law).

Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.

B.   Dasar Hukum Perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :

      1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).

Perikatan yang timbul karena persetujuan (perjanjian) terbagi menjadi 2 (dua) yaitu: 

  • Perjanjian yang dapat dipenuhi (prestasi) yaitu Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa: “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.” 
  • Perjanjian yang tidak dapat dipenuhi (wanprestasi) yaitu tidak dipenuhinya suatu kewajiban dalam perikatan, yang disebabkan kesalahannya dengan sengaja atau disebabkan oleh kelalaiannya ataupun karena keadaan memaksa (overmacht / force majeur). namun, untuk overmacht / force majeur dikecualikan dari kesalahan debitur.

      2. Perikatan yang timbul undang-undang.

  • Perikatan yang berasal dari undang-undang, dibagi lagi menjadi dua, yaitu : 

Karena Undang-undang saja, adalah perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan, yang terdapat pada Buku I KUH Perdata, seperti kewajiban alimentasi/pemeliharaan (biaya/tunjangan nafkah hidup seperti dimaksud Pasal 227 KUH Perdata atau biaya pemeliharaan dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai nafkah cerai) atau kewajiban seorang anak yang mampu untuk memberi nafkah kepada orang tuanya yang miskin, dan buren recht/hukum berketetanggaan, sesuai dengan Pasal 625 Buku II KUHPerdata, Pasal 227 KUHPerdata, “Kewajiban memberi tunjangan nafkah berakhir dengan meninggalnya si suami atau si isteri”. Pasal 625 KUHPerdata, “Antara sesama pemilik-pemilik pekarangan yang satu dengan yang lain bertetanggaan, berlaku beberapa hak dan kewajiban, baik yang berpangkal pada letak pekarangan mereka karena alam, maupun yang berdasar atas ketentuan-ketentuan undang-undang”. 

  • Karena Perbuatan Manusia . Perikatan yang timbul karena perbuatan manusia dibagi dua yakni :  

    • Perbuatan Menurut Hukum, misalnya perwakilan sukarela / zaakwarneming (suatu perbuatan, dimana seseorang secara sukarela menyediakan dirinya untuk mengurus kepentingan orang lain, dengan perhitungan dan risiko untuk orang lain tersebut, Pasal 1354 sampai Pasal 1358 KUHPerdata), dan 
    • Perbuatan Melawan Hukum (PMH) / onrechtmatige daad yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata dalam Buku III, pada bagian “Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi:“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”  

   3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).

C.   Azas – Azas Dalam Hukum Perikatan

Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni :

  1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai Undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan. Dengan adanya asas kebebasan berkontrak ini, maka kepada para pihak diberikan kebebasan untuk: 

  •  Membuat atau tidak membuat perjanjian 
  • Memilih akan mengadakan / membuat perjanjian dengan pihak yang diinginkan 
  •  Menentukan isi, pelaksanaan, dan persyaratan perjanjian 
  • Menentukan bentuk perjanjian yang akan dibuat, apakah dalam bentuk tertulis atau lisan. 

      2. Asas konsensualisme

Asas konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu : 

  • Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia-sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut 
  • Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan 
  • Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak 
  • Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.

      3. Asas Pacta Sunt Servanda.

Asas pacta sunt servanda merupakan asas yang menunjukkan kepastian hukum. Dengan adanya asas ini maka kesekapakatan yang terjadi di antara para pihak, mengikat selayaknya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Pihak ketiga juga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak dan tidak boleh melakukan intervensi terhadap isi kontrak yang dibuat tersebut. Asas ini dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang isinya “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

D.   Wanprestasi Dan Akibat – Akibatnya

Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :

  1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
  2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak  sebagaimana yang dijanjikan
  3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
  4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :

  1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
  2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian, Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
  3. Peralihan Risiko, Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian.

E.   Hapusnya Perikatan

Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut : 

  1. Pembaharuan utang, novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
  2. Perjumpaan utang (kompensasi), kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. 
  3. Pembebasan utang, secara sederhana pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur.
  4. Musnahnya barang yang terutang, apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, maka berarti telah terjadi suatu ”keadaan memaksa”at au force majeur, sehingga undang-undang perlu mengadakan pengaturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut.  
  5. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan, bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan 8
  6. Syarat yang membatalkan, ketentun isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. 
  7. Kedaluwarsa, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. 


Daftar Pustaka

Anisah.2018.HUKUM PERIKATAN. http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/71592/PERTEMUAN+4+HUKUM+PERIKATAN.pdf (Diakses tanggal 31 Maret 2021)

Pendidikan 2, Dosen. 2021. Hukum Peikatan. https://www.dosenpendidikan.co.id/hukum-perikatan/ (Diakses tanggal 31 Maret 2021)

Armandanu, Ardi. 2019. Hukum Perikatan. https://www.ardiarmandanu.com/2019/04/hukum-perikatan.html (Diakses tanggal 1 April 2021)

Anam, Saiful, 2013. ASAS – ASAS HUKUM PERIKATAN YANG HARUS DIKETAHUI. https://www.saplaw.top/asas-asas-hukum-perikatan-yang-harus-diketahui/#:~:text=ASAS%20%E2%80%93%20ASAS%20HUKUM%20PERIKATAN%20YANG%20HARUS%20DIKETAHUI,-25%2F08%2F2013&text=Jika%20dirumuskan%2C%20perikatan%20adalah%20adalah,pihak%20lain%20berkewajiban%20atas%20sesuatu. (Diakses tanggal 1 April 2021)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI | TM 14 TUGAS ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI #

  Penyelesaian Sengketa Ekonomi Allysa Fatma Indriani A. Pengertian Sengketa Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak y...