Hal yang Dikecualikan dalan UU anti Monopoli dan
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) serta Sanksi
Allysa Fatma Indriani
Undang-Undang Antimonopoli, mendefinisikan monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (Pasal 1 butir 1). Sementara yang dimaksud dengan praktek monopoli itu sendiri adalah kegiatan yang memusatkan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran barang atau jasa tertentu sehingga dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum (Pasal 1 ayat (2)). Sementara itu dalam UndangUndang Antimonopoli juga memberikan definisi mengenai persaingan usaha tidak sehat yaitu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha (Pasal 1 ayat (6)).
A. Hal – hal yang dikecualikan dalan UU Anti Monopoli
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999, terdapat hal-hal yang dikecualikan,yaitu :
Pasal 50
perbuatan dan atau
perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
- perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
- perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
- perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
- perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;
- perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
- perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri;
- pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
- kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya
Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan
dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat
hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur
dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau
badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
B. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Dalam dunia bisnis, diantara
para penjual dalam merebut pembeli dan pangsa pasar diwarnai dengan persaingan.
Untuk itu kebijakan dalam bentuk Undang-Undang Antimonopoli ini, oleh
pemerintah dianggap penting untuk diluncurkan, dengan tujuan (Pasal 3
Undang-Undang Antimonopoli) sebagai berikut:
- Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
- Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;
- Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
- Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Melihat dari tujuan
yang akan dicapai oleh pemerintah Indonesia ini, kebijakan mengeluarkan
Undang-Undang Antimonopoli ini, diharapkan mampu mengatasi krisis ekonomi yang
selama ini terjadi. Langkah selanjutnya, guna mengawal dikeluarkannya Undang-Undang
Antimonopoli ini, agar bisa mencapai tujan, maka dibentuklah sebuah komisi yaitu
“Komisi Pengawas Persaingan Usaha” (yang selanjutnya disingkat dengan “KPPU”)
yang terlegitimasi melalui Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Komisi ini merupakan instruksi Pasal 34
Undang-Undang Antimonopoli, di mana dalam Pasal ini memberikan amanat agar
membentuk susunan organisasi, tugas dan fungsi komisi melalui keputusan
presiden. Berdasarkan keputusan presiden ini, KPPU diberikan tugas (Pasal 35)
dan wewenang (Pasal 36) yang sangat besar yang meliputi juga kewenangan yang
dimiliki lembaga peradilan, yaitu meliputi penyidikan, penuntutan, konsultasi,
memeriksa, mengadili dan memutus perkara. Dengan kata lain, KPPU merupakan state
auxiliay yang dibentuk pemerintah dengan sifat independen untuk menjalankan
peran di garda paling depan dalam rangka penegakan hukum terhadap praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia (Rachmadi Usman 2004).
Peran KPPU dalam rangka
penegakan hukum terhadap praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di
Indonesia dapat dicermati dari berbagai upaya dan usaha yang dilakukan, salah
satunya adalah penangan perkara terkait dengan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat. Terhitung sejak tahun berdiri tahun 1999, KPPU berhasil menangani
sebanyak 256 kasus yang sudah in kracht. Adapun data dari 256 kasus tersebut dapat
dirinci mulai tahun 2000 sebanyak 2 kasus, tahun 2001 sebanyak 4 kasus, tahun
2002 sebanyak 4 kasus, tahun 2003 sebanyak 7 kasus, tahun 2004 sebanyak 7
kasus, tahun 2005 sebanyak 10 kasus, tahun 2006 sebanyak 12 kasus, tahun 2007
sebanyak 27 kasus, tahun 2008 sebanyak 48, tahun 2009 sebanyak 38 kasus, tahun
2010 sebanyak 36 kasus, tahun 2011 sebanyak 13 kasus, tahun 2012 sebanyak 9
kasus , tahun 2013 sebanyak 12 kasus, tahun 2014 sebanyak 19 kasus, dan tahun
2015 sebanyak 5 kasus (Portal KPPU RI).
Melihat data tersebut
di atas, maka dapat dipahami bahwa kasus monopoli danpersaingan usaha tidak
sehat, yang masuk ke KPPU tampak fluktuaktif dan berkesinambungan terus menerus
dari tahun ke tahun. Dengan banyaknya kasus tersebut dan juga guna mengantisipasi
semakin kompleksnya aktivitas bisnis dalam berbagai bidang dengan modifikasi
strategi dalam memenangkan persaingan antar kompetitor, maka dibutuhkan peran dari
KPPU sebagai petugas pengawas dalam elaborasi pasar agar tidak terjadi
persaingan usaha yang tidak sehat dalam rangka menjaga kepentingan umum,
meningkatkan efisiensi ekonomi nasional, untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat dan mewujudkan iklim usaha yang kondusif (Ayudha D. Prayoga, et al.,
2000). Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji
secara lebih mendalam dengan topik “Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Dalam Rangka Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Praktek Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat Di Indonesia (Suatu Kajian Normatif).
C. Sanksi
KPPU berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah telah menerbitkan 49 aturan pelaksana UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Salah satu poin yang menjadi perhatian utama dalam aturan tersebut mengenai sanksi besaran denda bagi pelaku usaha.
Aturan tersebut menyatakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Bentuk pemberian sanksi administratif tersebut yaitu penetapan pembatalan perjanjian, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal, menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktik monopoli menyebabkan persaingan usaha tidak sehat maupun merugikan masyarakat. KPPU juga berwenang memerintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan dan penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham. Dan mengenakan denda paling sedikit Rp 1 miliar dengan memperhatikan ketentuan mengenai besaran denda sebagaimana diatur PP 44/2021.
Sesuai Pasal 47 UU No.
5/1999, KPPU berwenang untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku
usaha yang melanggar ketentuan Pasal 17, berupa:
- perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat (Pasal 47 ayat (2) butir c); dan/atau
- perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan (Pasal 47 ayat (2) butir d); dan/atau
- penetapan pembayaran ganti rugi ( Pasal 47 ayat (2) butir f); dan/atau
- pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) (Pasal 47 ayat (2) butir g).
- Terhadap pelanggaran Pasal 17 juga dapat dikenakan hukuman pidana pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 48 UU No. 5/1999 berupa:
- pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (duapuluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan (pasal 48 ayat (1)).
Terhadap pidana pokok
tersebut, juga dapat dijatuhkan pidana tambahan terhadappelanggaran Pasal 17
sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU No. 5/1999 berupa:
- pencabutan izin usaha, atau
- larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun, atau
- penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
Pasal 12 menyatakan besaran denda minimal Rp 1 miliar tersebut merupakan denda dasar dan pengenaan tindakan administratif berupa denda oleh KPPU dilakukan berdasarkan ketentuan yaitu paling banyak sebesar 50 persen dari keuntungan bersih yang diperoleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan selama kurun waktu terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang. Penetapan sanksi administratif tersebut juga dilakukan paling banyak sebesar 10 persen dari total penjualan pada pasar bersangkutan selama kurun waktu terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang.
Ketentuan besaran denda ini berubah dibandingkan sebelumnya. Seperti diketahui, besaran denda bagi pelaku usaha yang melanggar Undang-undang 5 Tahun 1999 tentang Anti-Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat minimal Rp 1 miliar sampai maksimal Rp 25 miliar. Sementara itu, UU Cipta Kerja menyatakan besaran denda minimal Rp 1 miliar tanpa mencantumkan denda maksimal.
Lebih lanjut, penentuan besaran denda tersebut didasarkan pada dampak negatif yang ditimbulkan akibat pelanggaran dan durasi waktu terjadinya pelanggaran. Besaran denda juga mempertimbangkan faktor yang meringankan dan memberatkan serta kemampuan pelaku usaha untuk membayar.
DAFTAR
PUSTAKA
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 2016. Pedoman
Program Kepatuhan TerhadapUndang – Undang No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Preaktek Monopoli dan PersainganUsaha Tidak Sehat.https://www.kppu.go.id/docs/buku/Buku%20Pedoman%20Kepatuhan%20Persaingan%20Usaha.pdf.
(Diakses tanggal 6 Juli)
Mulyani.Tri. 2018. Peran Komisi Pengawas Persaingan
Usaha Dalam Rangka Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Praktek Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Indonesia: Suatu Kajian Normatif. https://repository.usm.ac.id/files/research/A037/20180526112416-PERAN-KOMISI-PENGAWAS-PERSAINGAN-USAHA--DALAM-RANGKA-PENEGAKAN-HUKUM-TERHADAP-PELAKU-PRAKTEK-MONOPOLI-DAN-PERSAINGAN-USAHA-TIDAK-SEHAT--DI-INDONESIA:-SUATU-KAJIAN-NORMATIF.pdf.
(Diakses tanggal 6 Juli)
Rizki. Mochamad Janua.2021. Melihat Ketentuan Sanksi Denda di PP Anti-Monopoli
dan Persaingan Usaha Tak Sehat. https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt60460
4f5258a5/melihat-ketentuan-sanksi-denda-di-pp-anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tak-sehat/.(Diakses
tanggal 6 Juli)
Komisi pengawas persaingan usaha Republik Indonesia. 2016. Daftar isi pasal 17 - Komisi Pengawas Persaingan Usaha. https://www.kppu.go.id/docs/Pedoman/Draft%20Pedoman %20Pasal%2017.pdf. (Diakses tanggal 6 Juli)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar